Rabu, 24 September 2008

Rejeki=uang ?

Setidaknya sampai saat ini, yang ada dalam alam pikiran saya kalo yang namanya rejeki pasti ada kaitannya dengan uang. Waduh salah kaprah nih. Yang benar dari judul diatas adalah bahwa uang menjadi salah satu bagian dari rejeki. saya rasa semua pembaca setuju akan pernyataan tersebut.

Menggali lebih jauh tentang sumber rejeki, tentunya banyak sekali sumber rejeki itu dan tidak hanya sebatas uang, pada hal-hal lain yang mungkin bersifat lebih abstrak, semisal kondisi rumah tangga yang tenang, kesehatan, kepandaian,anak yang sholeh dan sholihah, itu semua juga merupakan sumber rejeki.

Sebagai seorang karyawan, saya sering secara sadar ataupun tidak, men-setup pikiran saya bahwa rejeki banyak datang diawal bulan, kalo diakhir bulan ibaratnya tinggal hidup seadanya dan makan seadanya. Wah untung berkali-kali suami saya mengigatkan, jangan sampai berpikiran seperti itu. Biasa saja, awal bulan dan akhir bulan sama saja. Dalam artian menu makan, gaya hidup, tingkah laku kita harus tetap wajar dan biasa saja. jadi semua tidak digantungkan sepenuhnya dengan sumber rejeki “uang”. Kalo awal bulan, kita cenderung untuk menuruti keinginan kita dari pada menuruti kebutuhan yang memang benar-benar diperlukan. Ketika diakhir bulan , dana yang tersedia tinggal sedikit, ujung-ujungnya pada menu makan kita yang menurun drastis. Yang jelas ini semua kalo ditarik benang merahnya terletak pada kekurangpandaian kita dalam me-manaje keuangan keluarga.

Lalu selanjutnya bisakah kita untuk tetap tampil sederhana apapun kondisinya. Pernah suatu ketika, oleh seorang temen saya dikasih tau, “yul, mbokyao penampilanmu diganti, mosok bojone kabid, tampilnya kayak gituan”. Saya jawab, wah penampilan begini juga sudah cukup sopan, yang penting bersih, rapi, dan menutup aurat. Waduh, ternyata parameter sederhana itu beda-beda antara orang yang satu dengan yang lain. Sederhana menurut saya ya seperti pernyataan saya diatas tersebut. Dan saya tidak terbiasa mengkoleksi sepatu/baju/tas dalam jumlah banyak. Jumlah 1 atau 2 sudah cukup, kalo memang kondisinya masih bagus kenapa harus beli-beli lagi. Toh uang kan ga hanya untuk mencukupi kebutuhan kita saja. Kalo dirasa sudah cukup ya sudah, mending uangnya dinfakkan/dikasih ke orang yang benar-benar membutuhkan.

Itulah ternyata sulitnya untuk bisa tampil sederhana apapun kondisinya. Mau jadi presiden, Menteri, Rektor, Dekan, atau Kabid sama saja, ga ada bedanya, tetap tampil sederhana dalam urusan gaya hidup maupun hal lain. Wong jabatan-jabatan kayak gituan juga hanya sementara, kenapa harus kita naikkan gaya hidup kita ketika jabatan kita naik, Mending yang dinaikkan jumlah uang yang dinfakkan. Itu paling cocok. Tapi pada kenyataannya, ada beberapa orang yang menilai dengan ke-wagu-an kalo ada orang yang penampilannya biasa, sementara jabatanya tinggi. Wah berarti, beberapa orang tersebut banyak yang belum tahu tentang siroh nabawiyah.

Tidak ada komentar: